PEMERINTAH BERSIH
Tema Perjuangan Mahasiswa 34 Tahun Lalu
Tema Perjuangan Mahasiswa 34 Tahun Lalu
Mahasiswa takut sama Dosen
Dosen takut sama Rektor
Rektor takut sama Menteri
Menteri takut sama Presiden
Presiden takut sama Mahasiswa,
(Taufik Ismail)
PADA 34 tahun yang lalu, tepatnya 21 Januari 1978, merupakan hari yang amat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setidaknya terdapat tiga peristiwa besar pada saat itu. Pertama, terjadi pembungkaman dan perampasan kebebasan terhadap seluruh pimpinan mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa, beberapa tokoh organisasi mahasiswa ekstra universiter, tokoh organisasi pemuda dan beberapa tokoh nasional seperti Prof Ismail Suny, HR. Dharsono, AM. Fatwa, Arief Rachman, Siner Key Timu, dan lain-lain. Semuanya ditangkap dan ditahan dalam operasi gerak cepat oleh Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang dipimpin Laksamana Soedomo, karena dituduh mengganggu stabilitas nasional.
Kedua, hak-hak demokrasi dan institusi demokrasi yang dibangun secara demokratis oleh para aktivis mahasiswa melalui kelembagaan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa, dibekukan oleh pemerintah rezim Orde Baru, kemudian membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) dan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), yang sepenuhnya dikontrol.
Ketiga, surat kabar sebagai salah satu pilar demokrasi yang amat penting, dibredel oleh pemerintah Orde Baru. Surat kabar-surat kabar yang dibredel yaitu Kompas, Sinar Harapan, Pelita, Merdeka, The Indonesia Times, dan Sinar Pagi. Alasannya, karena dianggap membahayakan stabilitas nasional lantaran memanas-manasi mahasiswa untuk bergolak.
Dalam buku biografi Soekotjo Soeparto "Jejak Sang Demonstran dari Salemba sampai Kramat Raya" (2010), disebutkan bahwa tujuan operasi gerak cepat itu untuk menghentikan gerakan mahasiswa demi tegaknya stabilitas nasional, kelangsungan pembangunan nasional, dan suksesnya Sidang Umum MPR 1978.
Akan tetapi alasan sebenarnya, rezim Orde Baru amat khawatir membesarnya gerakan mahasiswa di kala itu. Diawali peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1977 di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dihadiri 3.000 pimpinan mahasiswa dari seluruh Indonesia, yang melahirkan Ikrar Mahasiswa yang diantaranya ".. mendesak agar MPR segera menyelenggarakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Pimpinan Nasional/Presiden Republik Indonesia tentang penyelewengan-penyelewengan dalam pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila ..".
Oleh karena, tuntutan yang digulirkan mahasiswa dianggap membahayakan kelangsungan rezim Orde Baru, maka gerakan mahasiswa tidak bisa tidak harus diberangus dengan membubarkan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa dan menahan seluruh pimpinan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa di seluruh Indonesia.
Sejak itu, pemerintahan Orde Baru berjalan tanpa ada yang mengontrol karena mahasiswa dibungkam, media massa dibredel, dan para anggota parlemen di kala itu tidak lebih sebagai 5 D (datang, daftar, duduk, dengar, duit). Akibatnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merajalela.
Kondisi tersebut mengilhami para aktivis pergerakan mahasiswa 1998 untuk merumuskan tema sentral perjuangan yang kemudian mengambil isu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan isu KKN, mampu menarik dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional yang akhirnya berhasil memaksa Presiden Soeharto berhenti dari kekuasaannya setelah berkuasa selama 32 tahun.
Kedua, hak-hak demokrasi dan institusi demokrasi yang dibangun secara demokratis oleh para aktivis mahasiswa melalui kelembagaan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa, dibekukan oleh pemerintah rezim Orde Baru, kemudian membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) dan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), yang sepenuhnya dikontrol.
Ketiga, surat kabar sebagai salah satu pilar demokrasi yang amat penting, dibredel oleh pemerintah Orde Baru. Surat kabar-surat kabar yang dibredel yaitu Kompas, Sinar Harapan, Pelita, Merdeka, The Indonesia Times, dan Sinar Pagi. Alasannya, karena dianggap membahayakan stabilitas nasional lantaran memanas-manasi mahasiswa untuk bergolak.
Dalam buku biografi Soekotjo Soeparto "Jejak Sang Demonstran dari Salemba sampai Kramat Raya" (2010), disebutkan bahwa tujuan operasi gerak cepat itu untuk menghentikan gerakan mahasiswa demi tegaknya stabilitas nasional, kelangsungan pembangunan nasional, dan suksesnya Sidang Umum MPR 1978.
Akan tetapi alasan sebenarnya, rezim Orde Baru amat khawatir membesarnya gerakan mahasiswa di kala itu. Diawali peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1977 di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dihadiri 3.000 pimpinan mahasiswa dari seluruh Indonesia, yang melahirkan Ikrar Mahasiswa yang diantaranya ".. mendesak agar MPR segera menyelenggarakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Pimpinan Nasional/Presiden Republik Indonesia tentang penyelewengan-penyelewengan dalam pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila ..".
Oleh karena, tuntutan yang digulirkan mahasiswa dianggap membahayakan kelangsungan rezim Orde Baru, maka gerakan mahasiswa tidak bisa tidak harus diberangus dengan membubarkan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa dan menahan seluruh pimpinan Dewan Mahasiswa / Senat Mahasiswa di seluruh Indonesia.
Sejak itu, pemerintahan Orde Baru berjalan tanpa ada yang mengontrol karena mahasiswa dibungkam, media massa dibredel, dan para anggota parlemen di kala itu tidak lebih sebagai 5 D (datang, daftar, duduk, dengar, duit). Akibatnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merajalela.
Kondisi tersebut mengilhami para aktivis pergerakan mahasiswa 1998 untuk merumuskan tema sentral perjuangan yang kemudian mengambil isu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan isu KKN, mampu menarik dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional yang akhirnya berhasil memaksa Presiden Soeharto berhenti dari kekuasaannya setelah berkuasa selama 32 tahun.
Relevansinya Dengan Kini
Tidak ada yang bisa membantah bahwa masa kini merupakan kelanjutan daripada masa dahulu. Keberhasilan rezim Orde Baru membungkam media massa dan mahasiswa, telah melanggengkan kekuasaan Orde Baru. Tetapi rezim Orde Baru tidak memperbaiki diri dengan mewujudkan pemerintah yang bersih (clean government) sebagaimana yang disuarakan gerakan mahasiswa 77/78.
Begitu juga, rezim Orde Reformasi dan anggota parlemen di semua tingkatan yang lahir dari gerakan reformasi 1998, belum mereformasi diri dan belajar dari sejarah, sehingga mereka terus mengamalkan apa yang dituntut dan diperjuangkan para mahasiswa 34 tahun lalu. Bahkan tuntutan gerakan reformasi dengan isu sentral KKN, telah dilupakan dan dikubur dalam-dalam.
Akibatnya, pemerintah yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang diperjuangkan mahasiswa dari masa ke masa, belum menjadi kenyataan. Clean Government yang dperjuangkan para pimpinan mahasiswa dan mahasiswa 34 tahun lalu tidak diamalkan, bahkan dalam realitas semakin jauh dari yang diharapkan. Pada hal dapat dipastikan kalau wujud pemerintah yang bersih, kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai, akan lebih cepat maju, tidak seperti sekarang.
Begitu juga, rezim Orde Reformasi dan anggota parlemen di semua tingkatan yang lahir dari gerakan reformasi 1998, belum mereformasi diri dan belajar dari sejarah, sehingga mereka terus mengamalkan apa yang dituntut dan diperjuangkan para mahasiswa 34 tahun lalu. Bahkan tuntutan gerakan reformasi dengan isu sentral KKN, telah dilupakan dan dikubur dalam-dalam.
Akibatnya, pemerintah yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang diperjuangkan mahasiswa dari masa ke masa, belum menjadi kenyataan. Clean Government yang dperjuangkan para pimpinan mahasiswa dan mahasiswa 34 tahun lalu tidak diamalkan, bahkan dalam realitas semakin jauh dari yang diharapkan. Pada hal dapat dipastikan kalau wujud pemerintah yang bersih, kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai, akan lebih cepat maju, tidak seperti sekarang.
Kesimpulan
Pemerintah yang bersih (clean government) yang dituntut dan diperjuangkan para mahasiswa 34 tahun yang lalu, masih sangat relevan dengan kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini. Orde Reformasi yang lahir dari gerakan mahasiswa 1998 yang mengusung isu KKN adalah merupakan kelanjutan dari perjuangan mahasiswa 1978 yang mengambil isu sentral "clean government" (pemerintah yang bersih).
Akan tetapi, sampai usia Orde Reformasi memasuki 13 tahun, pemerintah yang bersih belum menjadi kenyataan. Padahal pemerintah yang bersih merupakan kunci berakhirnya praktik KKN yang menjadi simbol perjuangan reformasi.
Semoga para pemimpin bangsa Indonesia dan seluruh anggota parlemen di semua tingkatan, sadar bahwa sejarah akan selalu berulang kalau bangsa ini tidak mau memperbaiki diri. Tuhan telah mengingatkan kepada kita, ".. Jika Kami (Tuhan) hendak menghancurkan suatu negeri, maka para pemimpinnya dibiarkan hidup bermewah-mewah dan berbuat fasik di dalamnya ..". Moga-moga kita terhindar dari kehancuran.
* Musni Umar, Ph.D. : sosiolog dan aktivis mahasiswa 77/78Akan tetapi, sampai usia Orde Reformasi memasuki 13 tahun, pemerintah yang bersih belum menjadi kenyataan. Padahal pemerintah yang bersih merupakan kunci berakhirnya praktik KKN yang menjadi simbol perjuangan reformasi.
Semoga para pemimpin bangsa Indonesia dan seluruh anggota parlemen di semua tingkatan, sadar bahwa sejarah akan selalu berulang kalau bangsa ini tidak mau memperbaiki diri. Tuhan telah mengingatkan kepada kita, ".. Jika Kami (Tuhan) hendak menghancurkan suatu negeri, maka para pemimpinnya dibiarkan hidup bermewah-mewah dan berbuat fasik di dalamnya ..". Moga-moga kita terhindar dari kehancuran.
Disalin dari catatan detik
-------ooOoo-------