"Jika bukan karena nyala api yang membakarnya, maka aroma harum kayu gaharu takkan ada yang tahu .." : petanibodoh

Sabtu, 22 Maret 2008

Jatinangor Yang Ku Tahu

KURANGI KECEPATAN .. ANDA MEMASUKI KAWASAN PENDIDIKAN JATINANGOR

Sebuah ingatan G. Sulye Jati


Jatinangor, Februari 2008 .. Musim hujan dengan jadwal yang tidak pasti. Ratusan ribu (mungkin jutaan) manusia bercampur di sini. Dengan tujuan yang berbeda – beda. Mengais rezeki atau mengais ilmu yang mengatasnamakan masa depan gemilang. Terkolaborasi dalam perjuangan irama cita dan cinta yang dijanjikan Tuhan. Jalanan setiap hari merayap semakin padat dan penat. Terjebak arus pembangunan yang tidak mengenal perencanaan dan (hampir – hampir) tanpa tujuan, selain daripada ambisi kampung ini untuk menjadi sebuah kota dan tujuan pendidikan (?). Pusat perbelanjaan yang megah menghamparkan etalase mimpi tentang modernisasi dan kemajuan. Entahlah .. apakah orang kampung besar ini sudah bisa menawar dan membeli isi etalase itu. Gerbang Unpad mendengkur lelap ditinggal jiwa – jiwa mahasiswa. Berhentilah dan lihatlah barang sebentar. Semua yang lalu lalang sepertinya tidak punya tujuan lain (mungkin), kecuali hanya sekedar transit di desa besar ini, untuk kemudian berharap pulang dengan beberapa titel; alumni, sarjana, dan orang sukses.

Jatinangor, Februari 2008 .. Penghuni tetap dan tidak tetap semakin ‘pintar’. Penghuni tetap menghitung rasa sosial ala pribumi dengan pendatang dari kota dan ‘kota’. Warga tidak tetap terus belajar menjadi manusia merdeka dengan porsi dan daya takar masing – masing IQ. Mahasiswa harus berubah ..”. / “tinggalkan cara - cara 1998, kebebasan mahasiswa itu harus seperti ini .. seperti itu .. contohlah cara mahasiswa di eropa ..”. Entahlah .. apa mereka lupa, negeri ini (termasuk Jatinangor) kondisinya belum seperti negeri – negeri di eropa. Sebagian kecil di luar lingkaran itu mencoba bertahan untuk tidak tergerus. Bertahan dengan masa lalu dan dengan semangat yang terpompa dari nuansa sisa – sisa nyanyian aksi jalanan. Entahlah .. sampai kapan.

Jatinangor, akhir Juli 2003 .. Dalam damri ekonomi jurusan Kalapa – Tanjungsari yang memasang tiket Rp.1800,- memasuki Jatinangor bisa terlihat jelas plang identitas; KURANGI KECEPATAN .. ANDA MEMASUKI KAWASAN PENDIDIKAN JATINANGOR. Saat itu aku tidak tahu kalau desa besar ini ternyata sedang menggeliat. Menguap dan bersiap – siap terjaga. Lahan – lahan menunggu pulpen untuk tanda tangan pembebasan. Bis kuning UNPAD -yang butut dan digratiskan- juga bertuliskan Kampus Pembebasan dengan warna merah. Entahlah .. apa yang dibebaskan, sebab aku banyak melihat dan mendengar mahasiswa ngobrol tentang pembebasan yang belum juga di teken Rektor. Lima tahun kemudian aku sadar Jatinangor sudah berlari dan tumbuh sangat dewasa .. begitu cepat. Agustus 2003, aku mendengar kalau Wahyu –si pemuda tanggung asal Bogor- seorang mahasiswa STPDN tewas dibunuh seniornya. SIAPKAN KEKUATAN .. ANDA MEMASUKI KAWASAN PENDIDIKAN JATINANGOR. Kalau diijinkan mungkin aku ingin menulis ulang plang itu.

Jatinangor, Agustus 2004 .. Di Rektorat UNPAD Bandung, aku melihat mahasiswa baru berjejal membayar tiket untuk ke Jatinangor. Sebagian yang datang dengan modal pas – pasan di sodori surat perjanjian. Bulan sekian harus di lunasi. Surat utang, seperti itulah maksudnya. Akhir bulan Agustus aku sadar, penghuni UNPAD Jatinangor melonjak drastis. Ada kelas baru katanya. TINGKATKAN ‘KEMAMPUAN’ .. ANDA MEMASUKI KAWASAN PENDIDIKAN JATINANGOR. Kalau diijinkan mungkin aku ingin menulis ulang plang itu. Warga Jatinangor sebagian sedang berpesta dengan euphoria dana pembebasan lahan. Bersiap – siap pula untuk menyambut lonjakan ‘penumpang’. Entahlah .. apakah rektor, menteri pendidikan dan presiden juga di kasih undangan.

Jatinangor, 2005 – 2006 – 2007 .. Adat dan norma terus dibenahi dan diperbaharui. Gelombang eksodus dan invasi budaya kian menghantam, maka masyarakat harus menyesuaikan diri. Aku tak mengerti .. bukankah tamu harus mengerti dan mengikuti aturan di rumah orang? Tapi di Jatinangor, ungkapan “Di mana bumi di pijak disitu langit di junjung “ sepertinya hanya tinggal slogan. Aku ingat, pepatah itu pernah aku ucapkan dulu waktu aku diwawancara menjadi mahasiswa baru. Entahlah .. saat itu aku sangat yakin. Namun, aku memikirkan ulang kalimat itu setelah orang STPDN kembali membunuh juniornya yang berasal jauh dari Maluku, Clif Muntu, jadi tumbal sebuah ‘kurikulum’ ala pemerintah. Tidak puas pula, Wendi, seorang pemuda tanggung di bantai juga di tempat billiard yang menjadi salah satu simbol pembangunan dan modernisasi Jatinangor. Dia seorang preman dan mengganggu kami..”, katanya. Pemuda kampung itu datang sambil mabuk.., yang lain menimpali. Pembenaran (atau pembelaan) untuk mereka menghilangkan nyawa seorang pemuda tanggung. Entahlah .. apakah calon Pamong Praja itu mengerti dengan kata preman. Entah juga .. sebagai mahasiswa ‘elit’, mengapa tengah malam mereka ada di tempat preman menghabiskan waktu. Tapi yang harus mereka mengerti, itulah salah satu bentuk dan rupa masyarakat yang nanti akan mereka layani dari kantor – kantor yang nyaman. Entahlah .. kurikulum di sekolah tinggi itu mungkin tidak (atau lupa) membahas tentang karakter masyarakat di zaman globalisasi.

Jatinangor, Februari 2008 .. menjelang subuh di hari Selasa tanggal 26. Bangunan – bangunan megah itu pasti sedang menggigil menunggu pagi. Sebuah gedung lainnya (katanya milik Pemprov Jabar) sedang sekarat menghitung rugi. Terbanting persaingan industri pendidikan yang kejam. Jatinangor menanggung kosekuensi pembangunan yang di label ilmu pengetahuan. Ah entahlah .. saat ini aku hanya ingin mengalir saja. Sambil mengingat kampung halaman nun jauh di Lombok sana. Sekilas diantaranya menyelipkan ingatan pada senyumnya .. (?) aku tiba – tiba tersenyum juga sendiri. Biarlah Jatinangor bergerak dan berlari mengejar mimpinya. Tiket damri ekonomi Kalapa – Tanjungsari via Jatinangor sekarang harganya Rp.3200,-. KURANGI KECEPATAN .. ANDA MEMASUKI KAWASAN PENDIDIKAN JATINANGOR. Plang bodoh .. Jatinangor tidak akan pernah mau mematuhi perintah dari tulisan plang itu. Aku? Tentu saja tidak .. karena seperti Jatinangor, aku juga punya cita – cita :)




------0000------

Tidak ada komentar: