"Jika bukan karena nyala api yang membakarnya, maka aroma harum kayu gaharu takkan ada yang tahu .." : petanibodoh

Selasa, 25 Maret 2008

kampus oh kampus ..

**Praktikum :

Teka - Teki Dahulu, Saat Ini dan (mungkin?) Masa Depan


*Oleh: G. Sulye Jati – K0B03218


Mendengar kata praktikum, maka mahasiswa Fikom tiba-tiba akan menjadi ‘orang rabun’, selalu meraba-raba. ‘Salah pegang malah kena kentut’. Jika dirunut kebelakang akan kita jumpai salah satu masalah klasik yang selalu menjadi PeeR bagi Organisasi Kemahasiswaan seperti BPM. Sepertinya jawaban yang didapat pun selalu klasik.

Apa yang terjadi dengan praktikum dalam kampus ini? Melihat jumlah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) sebagai biaya praktikum paling tinggi yang saat ini dibayarkan per mahasiswa di Fikom tiap semester, maka harusnya semua teka-teki menjadi tuntas. Selama ini penggunaan uang praktikum yang berhasil dideteksi oleh mahasiswa terlihat sangat tidak efektif. Sepertinya pihak Fakultas dan Pengelola Program terlihat bingung untuk mengadakan praktikum bagi mahasiswanya. Ada yang aneh..

Kita ambil contoh Program D3 PAKT Fikom Unpad. Baru-baru ini mahasiswa angkatan 2005 D3 PAKT mengadakan apa yang disebut Kuliah Lapangan (Kulap). Kegiatan kulap (yang sering menjadi kontoversi antara mahasiswa dan birokrat) yang tidak pernah ada anggaran ketika dibayarkan oleh mahasiswa saat registrasi tiap semester, tapi malah sangat sering dilaksanakan. Dari mana pos anggaran kulap tersebut? Ada indikasi dana kulap berasal biaya praktikum (mudah-mudahan saya salah). Jika itu yang dipakai, lalu bagaimana dengan Praktikum tersebut?

Selama ini praktikum yang didapat oleh mahasiswa adalah tugas mata kuliah dari dosen yang dikerjakan dirumah. Pembiayaan (kalau harus ada biayanya) biasanya oleh mahasiswa pribadi, karena memang biayanya tidak begitu besar dan kawan-kawan mahasiswa memang jarang saya dengar berkeberatan. Tapi, berbeda sekali dengan jumlah Rp. 600.000,- yang terbilang ’wah’ bagi mahasiswa proletar. Bayangkan jika dari total yang dibayarkan per mahasiswa (mahasiswa Fikom saat ini sudah dikisaran angka 5000 orang) tiap semester digunakan sebesar Rp.150.000 saja untuk praktikum yang sebenarnya. Akan didapat angka Rp. 750.000.000, apalagi kalau Rp.250.000 dan tinggal kalikan saja. Jika itu kemudian digunakan untuk membeli alat-alat praktikum dikampus, selama 2 semester saja maka Fikom sudah sangat memadai peralatan penunjang pendidikannya. Sedangkan untuk membangun Student Center (dengan jumlah dana yang misterius, karena tiap pihak menjawab berbeda dan ada juga yang No Comment) saja Fikom sangat mampu. Ada sistem subsidi silang antar fakultas di Unpad (mungkin setelah dipotong Rektorat), tapi sangat tidak logis kalau itu kemudian yang menjadi alasan.

Praktikum yang dimaksud saat ini cenderung adalah kulap. Padahal antara praktikum dengan kulap itu berbeda, baik dalam teknis pelaksanaan maupun tujuannya. Ada sejenis krisis kepercayaan dikalangan mahasiswa tentang alokasi atau penggunaaan dana praktikum ini oleh pihak kampus. Ini didasari oleh keadaan Fikom yang sangat megah dalam infrastruktur fisik kampus (termasuk pengadaan bus –yang terkenal dengan sebutan Tugu Fikom- dan mobil-mobil), tapi sangat lemah dalam peralatan infrastruktur penunjang pendidikannya. Peralatan yang tua dan sangat kurang. Apa kabar pihak Rektorat? Apakah anda berkeinginan untuk jalan-jalan ke Fikom?

Tidak bermaksud kemudian untuk mengatakan bahwa dana praktikum harus diaudit, tapi alangkah baiknya kalau pihak-pihak yang terkait bisa transparan dalam masalah yang satu ini. Apa yang harus ditakutkan kalau memang penggunannya jelas? Pembangunan Fisik kampus itu bagus, tapi pengadaan sarana (peralatan) praktikum yang cukup adalah bagian utamanya. Sebab, mahasiswa yang ada disini adalah untuk belajar dan bukan untuk sekedar bermain-main saja.

Haruskah kemudian Fikom di audit? Kenapa petinggi Fakultas dan Rektorat seperti tutup mata dengan jari tangan? Akan kemana tujuan praktikum nantinya? Kemudian kenapa pembayaran praktikum dikurangi saja kalau memang pelaksanaannya tidak memakan biaya besar? Kalau Pengelola Program, Fakultas, dan Rektorat sama-sama saja, lalu siapa yang harus mengaudit? Bagaimana harus bersaing menjadi BHPT kalau sistem seperti itu? Ini memang masalah klasik (se-klasik alasan-alasannya), semua memang teka-teki, mungkin hanya Tuhan saja yang tahu..


*Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa
Fikom Unpad 2005 -2006


**pernah dimuat di bulletin IMAGE Fikom Unpad Tahun 2006



--------------00000000000-----------------

Tidak ada komentar: